Safri Ishak



Version 16-MAY-2021


Rumbai Pekanbaru (II)

Kisah salah satu tulisan dari Para Mantan Karyawan PT Caltex yang dirangkum dalam buku
KOMPAK DI DUNIA MINYAK
Suka Duka Kiprah Karyawan Caltex
Penyunting: Renville Almatsier
Diterbitkan oleh: Himpunan Pensiunan Caltex (HPC), Lounching: 09-OCT-2010.


Tahun 1963 Ayah dan Mak sekeluarga pernah tinggal di Rumbai, karena Ayah bekerja di Caltex, dua tahun kemudian kami pindah lagi ke Jakarta. Kata orang Pekanbaru kalau sudah minum air Sungai Siak pasti akan kembali lagi.

Awal tahun 1975 saya melamar kerja ke PT Clatex Pacific Indonesia, beberapa pertimbangan saya antara lain adalah ada fasilitas perumahan, sekolah lengkap sampai SMA, fasilitas olahraga, kesehatan dan fasilitas umum lainnya dan yang paling menarik adalah kelengkapan computer baik hardware, software dan application systems serta kesempatan belajar yang sangat luas. Tanggal 18 Maret saya kerja di Caltex sebagai programmer dan mendapat assignment mengerjakan dan me-maintain Payroll System dibawah supervisi Mas Taslim Malik. Seperti kita sama tahu bahwa pembayaran gaji pegawai tidak boleh ditunda, sehingga perhitungan gaji dan pencetakan salary slip tidak boleh terlambat. Kalau ada perubahan peraturan tentang perhitungan gaji atau pajak, kadang-kadang kami harus bergadang sampai pagi di computer room. Enaknya tiap bulan bisa gajian dua atau tiga hari sebelum pegawai lain terima gaji karena selalu kerjasama dengan bagian Payroll. Waktu itu belum ada pembayaran gaji secara online lewat Bank, jadi pegawai Payroll keliling ke kantor-kantor bawa peti besi berisi amplop gaji.

 
Semua pegawai serta keluarga dilengkapi dengan peneng atau badge seperti gambar disamping, unik juga bentuknya mirip tutup botol, ada beberapa warna latar, diantaranya, merah, biru, hijau dan jaman ayah saya dulu ada yang warna kuning. Kita harus memperlihatkan badge kalau mau mengunakan fasilitas perusahaan misalnya, masuk kantor, rumah sakit, club house, bioskop, perpustakaan dan lai-lain. Apalagi kalau mau mengambil gaji wajib memakai badge. Waktu saya mulai bekerja sudah tidak ada lagi pembagian natura (beras, gula, sabun dll.) macam jaman ayah dulu, karena sudah dimasukkan kedalam komponen gaji pokok.


Pada waktu percobaan selama tiga bulan saya tinggal di DBQ atau rumah tinggal lajangan dan makan di mess hall, sarapan, makan siang dan makan malam. Disamping me-maintain Payroll System, kegiatan rutin waktu itu antara lain belajar computer programming PLI, CICS pakai video cassette, berenang dan perbaikan gizi (menu di mess hall sangat beragam mulai dari telor setengah matang, dadar, pan cake, sirloin steak, tederloin steak, T-bone steak macam macam masakan eropa, indonesia dan padang).

Selesai masa percobaan saya kembali ke Jakarta menjemput istri dan anak pertama kami Erwin Sagata yang waktu itu baru berumur satu setengah tahun. Dua minggu di DBQ, kami pindah ke rumah tipe IV dekat Taman Kanak-Kanak Lama. Pergi dan pulang kantor ada jemputan bus panjang, kendaraan kenangan saya waktu kelas tiga SMP dan tinggal di Kampung Bedeng. Sekali waktu Mak dan Ibu Metua saya datang menjenguk ke Rumbai, beliau berdua berkata kasihan ya anak kita kayak di kebun binatang, maklum bus panjang yang biasa menjemput, jendelanya masih memakai kawat ram .... he he.

Pengalaman unik waktu belanja pertama kali ke Pasar Bawah dengan istri saya Erry, perginya bawa keranjang kosong, pulangnya bawa keranjang kosong lagi. Memang waktu itu pasar belum seramai sekarang, timun yang dijual timun darat, kulit luarnya berwarna kuning dan keras dan sayur lain sulit didapat.
Tapi lama kelamaan kami jadi biasa dan dengan bertambah baiknya sarana transportasi ke Sumbar dan Sumut maka sayur mayur, buah-buahan dan ikan semakin banyak dan mudah didapat. Malah acara ke pasar menjadi acara rekreasi di ujung minggu bersama tetangga, kami menunggu di halte bus dan ada bus antar jemput belanja.

Setahun kemudian kami pindah ke rumah tipe III di KM tiga setengah, kebetulan di depan rumah ada halte bus, sehingga banyak tetangga yang mampir sambil menungu bus keliling atau bus belanja. Anak kami yang kedua Ogi Dwiputra lahir waktu kami menempati rumah ini. Salah satu tetangga kami adalah keluarga Alm. Pak Zamzami, beliau sering memberi nasehat dan pembelajaran kepada kami. Suatu hari beliau main kerumah dan melihat jendela kaca ruang tamu kami tidak ada gorden, lalu beliau berkata sama istri saya, Neng orang aja pake baju masak jendela nggak pake gorden. Waktu itu lantai ubin rumah kami belum ada karpet, terus di talangin sama Pak Zamzami beli karpet, katanya kesian anak-anak kedinginan kalau duduk di ubin, untung juga punya tetangga yang peduli ..... he he.

Dari KM tiga setengah kami pindah ke rumah tipe I di daerah Tanah Merah, karena kami merasa agak lama tinggal disini, saya mulai menanam pohon bunga dan merawat pohon jambu dan mangga yang sudah ditanam oleh penghuni sebelum kami. Karena banyak waktu luang, terutama saat week end, saya sempat menanam pohon cabe rawit dan terong di halaman belakang. Tidak berapa jauh dari halaman belakang kami terdapat semak yang ditumbuhi pohon sempor, laban dan belukar lain. Kalau lagi musim berbuah banyak burung punai dan murbah yang datang. Salah satu tetangga kami Pak Yosep suka nembak burung, beliau sering memberi kami burung hasil buruannya. Di semak tersebut banyak juga burung murbah yang bersarang, sehingga saya sempat mengajak anak kami Erwin dan Ogi melihat burung membuat sarang, mengerami telurnya dan melihat induk burung memberi makan anak-anaknya. Mudah-mudahan mereka masih ingat karena pada zaman sekarang, sangat jarang sekali kita mendapatkan kesempatan seperti itu, apalagi di kota besar.

source internet
source internet

Terakhir pada tahun 1980 kami pindah ke rumah baru di komplek Meranti dekat American School, kami bertetangga dengan keluarga Mas Taslim Malik yang juga baru pindah kesitu dari Porta Camp. Karena kebetulan satu bagian dan sama sama menempati brand new houses, kami mengadakan selamatan bersama. Tenda dipasang di halaman diantara rumah kami, makanan dan minuman beli patungan bersama lalu ngundang teman-teman satu kantor, meriah dan ekonomis.

Waktu membangun sepuluh rumah di komplek Meranti tersebut, top soil dikupas, rumah dibangun kemudian halaman di beri lapisan tanah hitam dan ditanam rumput. Kalau rumput kita pacul untuk menanam bunga misalnya, maka langsung kena tanah liat bercampur pasir karena tebal tanah hitam kurang dari dua cm. Tanah liat campur pasir tersebut sangat keras dan tidak mengandung humus sehingga membuat tanaman merana, hidup segan mati tak mau, kerdil dan susah tumbuh. Untung disekitar perumahan terdapat sisa hutan yang memang sengaja dilestarikan yang merupakan salah satu keunikan dan daya tarik untuk tinggal di Rumbai Camp. Hampir tiap hari saya dan gardener mengambil humus dan tanah hitam di hutan tersebut dan belakangan perusahaan menyediakan top soil bagi penghuni rumah yan membutuhkannya.

Untuk menanam pohon, mula-mula kita gali lubang dengan lebar, panjang dan dalam sesuai kebutuhan, tanah liat dan pasir disingkirkan, lalu lubang diisi dengan tanah hitam yang sudah dicampur dengan pupuk kandang ayam. Yang paling berat adalah menggali lubang karena tanah liat sangat keras, apalagi kalau ukuran lubangnya agak besar misalnya untuk menanam pohon kelapa. Dihalaman rumah kami ada pohon kedondong, kelapa, durian, aneka jambu air, mangga, sawo kecik, pohon buni, jambu kemang, keramunting, pinang merah, pohon salam, jeruk sambal, jeruk purut, manggis, srikaya, delima, dadap, lamtoro, asam jawa, kelapa sawit dll. Selain asri, pohon tadi menjadi tempat singgah macam-macam burung, kera, lutung dan beruk. Bermacam-macam pohon tadi juga berguna sebagai contoh buat anak-anak kami serta kawan-kawan yang datang berkunjung. Anak bungsu kami Winry Marini lahir setahun setelah kami menempati rumah ini. Nampaknya Winry yang paling terkesan dengan suasana di Rumbai dan menikmati keberadaan pohon-pohon dan tanaman baik di halaman rumah maupun di hutan disekitar camp.

Kera Sahabat Orangutan Siamang Sahabat Orangutan Baboon Sahabat Orangutan
source wikipedia
source wikipedia
jambu kemang
buni

Ketiga anak kami, Alhamdulillah menamatkan sekolah di SMA Cendana Rumbai. Istri saya lulus dari Universitas Lancang Kuning jurusan Sastra Inggris dan sempat mengajar beberapa tahun di universitas tersebut. Erwin tamat S1 dari Universitas Trisakti jurusan Accounting dan S2 dari Universitas Bina Nusantara, Ogi tamat S1 dari Universitas Bina Nusantara jurusan IT dan S2 dari UI, sedangkan Winry tamat S1 dari Universitas Trisakti jurusan Visual Communication akhir tahun 2003 sebelum saya memasuki masa pensiun.

Kami sekeluarga sangat bersykur dapat menjadi bagian dari komunitas PT CPI karena hampir semua kebutuhan dan keperluan kami disediakan oleh perusahaan baik di tempat kerja maupun di rumah, fasilitas pendidikan, kesehatan, olahraga, transportasi, rekrreasi, tempat menunaikan ibadah dan lain lain, pokoknya komplit dan sangat memuaskan.

Awal Juli 2004 saya memasuki masa pensiun setelah bekerja hampir 30 tahun di Caltex dan tepat pada tanggal 1 Juli 2004 kami pindah ke Jakarta.

Contoh peneng atau badge dan driving permit sebagai tambahn SIM yang merupakan salah satu syarat untuk mengemudikan kendaraan perusahaan.


 
My HOME www.TB512.com
www.TB512.com was created as facility to learn how to develop a website, TB512property has been developed as a pilot project which consisted of advertising regarding house, shop, townhouse, apartment and land for sale etc. TB512 is a logo of Tebet Barat 5 No 12 South Jakarta, Indonesia 12810 which is the address of my home as well as my virtual office Safri Ishak telephone 021-8296762 or mobile phone 0815 1140 1617.
My BUSINESS Directory
Tebet Business Directory consists of addresses and phone numbers of favorite restaurants, traditional markets, hotels, offices, schools, super markets, malls, automotives, gardens, flowers, cakes, advertising, computers, salons, barber shops, cosmetics, banks, apartments etc.Originally it was compiled for personal purposes and then published to the internet as a gateway to search business directory and websites in Tebet and surrounding area.
EXIT